REMBANG, REMBANGCYBER.NET – Dampak dari penghentian produksi PT Semen Gresik Pabrik Rembang per 1 Juni 2025 mulai terasa. Sebanyak 478 pekerja outsourcing dari berbagai anak perusahaan terpaksa dirumahkan sementara. Jumlah ini diperkirakan masih bisa bertambah jika belum ada solusi hingga Juli mendatang.
Penghentian produksi ini dipicu oleh penutupan akses jalan menuju lokasi tambang yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem. Jalan tersebut diklaim sebagai aset desa berdasarkan sertifikat hak pakai yang diterbitkan pada 2024. Akibatnya, truk pengangkut bahan baku tidak bisa beroperasi, membuat pasokan ke pabrik terputus.
Kepala Desa Tegaldowo, Kundari, menyatakan bahwa pemanfaatan jalan desa oleh PT Semen Gresik harus mengikuti regulasi yang berlaku.
Konflik ini bermula dari perbedaan status lahan. PT Semen Gresik menyebut saat pembebasan lahan IUP pada 2017, status jalan masih sebagai tanah negara. Namun Pemdes Tegaldowo mengklaim jalan tersebut dan meminta kompensasi sebesar Rp1,5 miliar per tahun. Sertifikat jalan desa terbit pada 2024 dan memicu sengketa hukum.
PT Semen Gresik menggugat BPN Rembang ke PTUN Semarang. Namun baik di tingkat PTUN maupun PTTUN, sertifikat desa dinyatakan sah. Proses hukum kini berlanjut ke tingkat kasasi.
Bupati Rembang, Harno, menyatakan telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk Kepala Desa Tegaldowo, Camat Gunem, dan perwakilan perusahaan, namun belum menemukan titik temu.
“Saya sudah tawarkan beberapa opsi, tapi belum ada kesepakatan,” terang Harno kepada wartawan.
Harno menegaskan bahwa Pemkab akan terus mencari jalan keluar agar aktivitas industri bisa kembali normal dan dampak sosial terhadap para pekerja dapat diminimalisasi. AM