7 Ramadan, Mbah Hasyim Wafat

12-19-10-img_20200430_201728

Mbah KH Hasyim Asy'Ari. (Dok Istimewa)

REMBANGCYBER.NET – Hari ini, Senin 19 April 2021 bertepatan dengan 7 Ramadan 1442 H. Tepat hari ini, 76 tahun silam, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari menghadap sang Khalik.

Untuk mengenang almaghfurlah, Rembangcyber menghadirkan kembali kisah saat-saat terakhir Mbah Hasyim sebelum berpulang yang kami sarikan dari Buku Profil Pesantren Tebuireng.

Malam itu, tanggal 03 Ramadan 1366 H, bertepatan dengan tanggal 21 Juli 1947 Masehi. Pukul 21.00 WIB atau jam 9 malam, Kiai Hasyim baru saja selesai mengimami salat Tarawih.

Seperti biasa, beliau duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian, datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo.

Kiai Hasyim menemui utusan itu didampingi Kiai Ghufron (pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya). Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal Sudirman.

cek

Mbah Hasyim meminta waktu satu malam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya.

Isi pesan itu pertama, di wilayah Jawa Timur, Belanda melakukan serangan militer besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah Karesidenan Malang, Basuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro, Kediri, dan Madiun.

Kedua, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari diminta mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Sebab jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung Belanda. Jika itu terjadi, moral para pejuang akan runtuh.

Ketiga, jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan membantu pengungsian Kiai Hasyim.

Keesokan harinya, Kiai Hasyim memberi jawaban tidak berkenan menerima tawaran itu.

4 hari kemudian, pada tanggal 07 Ramadan 1366 H, pukul 21.00 WIB, datang utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Sang utusan membawa surat untuk disampaikan pada Hadratussyaikh.

Bung Tomo memohon Kiai Hasyim mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia, karena saat itu Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota laskar Hizbullah dan Sabilillah yang jadi korban.

Hadratussyaikh kembali meminta waktu satu malam untuk memberi jawaban.

Tak lama berselang, Hadratussyaikh mendapat laporan dari Kiai Ghufron bersama 2 orang utusan Bung Tomo, bahwa kota Singosari Malang jatuh ke tangan Belanda.

Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berujar, ”Masyaallah, Masyaallah,” sambil memegang kepalanya. Lalu Kiai Hasyim tidak sadarkan diri.

Pada pukul 03.00 dini hari, bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947 atau 7 Ramadan 1366 H, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dipanggil Sang Maha Kuasa.

Atas jasanya selama perang kemerdekaan melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya yang sangat penting yakni;

Pertama, perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam Indonesia.

Kedua, kaum muslimin diharamkan melakukan perjalanan haji dengan kapal Belanda.

Ketiga, kaum muslimin diharamkan memakai dasi dan atribut-atribut lain yang menjadi ciri khas penjajah.

Maka Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan bahwa KH Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Pahlawan Nasional. Rom

Kagem Mbah Hasyim Asy’ari, Lahu Alfatihah.

Exit mobile version