Pentas tersebut merupakan penghormatan kepada Kiai Nggower yang akan segera berpindah tangan karena dijual sang pemilik.
“Mungkin ini pertunjukan Kiai Nggower terakhir di Lasem. Semoga ini dapat membangkitkan kembali semangat pelestarian benda pusaka,” ucap Didi.
Kiai Nggower merupakan sperangkat gamelan kuno yang diduga dibuat pada akhir abad 19. Gamelan Kiai Nggower berbahan kuningan, bermotif kelelawar dan burung hong yang merupakan simbol kemakmuran dan keindahan dalam budaya Tionghoa.
Gamelan Kiai Nggower memiliki sejarah panjang terkait akulturasi budaya di Lasem. Ia sudah berpindah tangan sejak 1919-1925, mulai dari Blora, Rembang dan terakhir Lasem.
Dalam catatan akta gamelan, diketahui bahwa gamelan ini dijual oleh Tan Siah Mei asal Blora kepada Lie Hwan Jiang asal Lasem dengan perantara Tjan Tok Sien pada 1919.
Gamelan laras pelog yang saat ini dimiliki keluarga Tjoo akan dijual karena sang perawat gamelan, Gandor Sugiharto (70) menyatakan tidak mampu merawatnya lagi.
“Saya sudah tua, tak sanggup lagi merawatnya. Maka saya minta pemiliknya untuk menjual saja,” ucap Gandor.
Gandor menambahkan, Kiai Nggower merupkan simbol persahabatan dan saling menghormati kebudayaan antara Jawa, Cina dan Islam di Lasem.
“Ini gamelan pusakanya orang Jawa dan orang Cina Lasem. Simbol persahabatan dan saling menghormati kebudayaan agung Cina, Jawa, Islam. Anak cucu Lasem harus tahu,” pungkasnya.
Pertunjukan terkhir Kiai Nggower bertepatan dengan perayaan Cengbeng, upacara tradisional masyarakat Tionghoa di Lasem yang merupakan hari peringatan kematian orangtua dan keluarga. (AM)